By Ridho Hudayana

“I am no idea, but, this is real; anak-anak ini sungguh membuat saya 15 tahun lebih muda dan lebih kreatif, yang pada awalnya saya merasa mungkin inilah training pertama dan terakhir saya”

Bertemu Bang Jei Dijalan Nasyid
Bang jei adalah vokalis tim Nasyaid juga dulu, nama tim nasyidnya bernama ICE BREAKER dan tim nasyid saya pada waktu itu Al-Hikmah”

Ada telpon yang cukup agresif datang dari nomer telpon rumah yang tidak saya kenal, bukannya sengaja tidak saya angkat namun saya tidak tau kala ada yang menelpon saya, karena biasanya hp saya silent dan getar saja. Namun setelah nomer yang tidak dikenal itu menghubung hp saya, akhirnya saya angkat juga.

Setelah saya angkat telpon itu, ternyata bang Jainury yang berbicara di telpon. Bang jei biasanya beliau disapa. Bang jei adalah orang yang sdah lama saya kenal, semenjak saya bergabung dalam sebuah tim nasyid di MAN (Madrasah Aliyah Negeri) 2 dulu, kira-kira 8 tahun yang lalu. Bang jei adalah vokalis tim Nasyaid juga dulu, nama tim nasyidnya bernama ICE BREAKER dan tim nasyid saya pada waktu itu Al-Hikmah. Dan bang jei sekarang adalah guru di SDIT Al-Mumtaz.

Tantangan Yang Membuat Nervous
“Penuh pertanyaan dan berusaha menenangkan diri akan rasanya saya nggak bisa deh men-training anak-anak SD itu, karena nyataya saya belum pernah mengajari dan mentraining anak-anak SD.”

Bang jei, dalam percakapan telpon pada waktu itu, meminta saya untuk memberikan training di acara  depan sekitar 59 orang siswa dan siswi kelas lima SDIT Al-Mumtaz. Dengan harapan yang begitu besar. Diantaranya; agar anak-anak bisa bergaul dengan semua temannya, berkata jujur, dan berkata baik dan tidak berkata kasar.

Saya sadari, tidaklah karena kelemahan pengajar disekolah, tapi mereka sebenarnya lebih terbentuk pada pergaulan dan pola asuh dari orang tuanya. Lihat saja ketika saya memperkenalkan akun FB saya, sebagian mereka komen “saya juga punya bang”. Ini berarti rata-rata mereka sudah akrab dengan lingkungan jejaring sosial di internet. Yang tidak sedikit memiliki subangan negatif. Apalagi mereka belum terlalu memiliki daya filter yang kuat untuk pengaruh negatif itu.

Saya sempat berdiskusi di hari jumat siang, sekitar 8 am sebelum saya mengisi training itu, bersama penanggung jawab acara itu. Sembari saya memberikan perencanaan fokus training yang akan saya berikan pada malam itu. Walaupun saya merasa sangat-sangat bingung dan deg-degan dalam hati dan otak ini. Penuh pertanyaan dan berusaha menenangkan diri akan rasanya saya nggak bisa deh men-training anak-anak SD itu, karena nyataya saya belum pernah mengajari dan mentraining anak-anak SD.

Jum’at Yang Berkah
Jumat siang saya harus mengisi training Spiritual Attraction for Teacher, sampai sore. Selanjutnya saya megisi pesantren kota, dan setelahnya saya mengisi Genius Learning Training bersama anak SDIT Al-Mumtaz

Pada hari jumat 9 maret itu sepertinya saya kebanjiran untuk menjadi pembicara. Jumat siang saya harus mengisi training Spiritual Attraction for Teacher, sampai sore. Selanjutnya saya megisi pesantren kota, dan setelahnya saya mengisi Genius Learning Training bersama anak SDIT Al-Mumtaz yang bagi saya ini adalah pertama dan mungkin yang terakhir bagi saya, dala pikir saya karena mungkin akan jauh tidak memuaskan dan tidak menyenangkan.

Namun segera saya tepis dengan doa dan tawakal setelah saya mempersiapkan bahan presentasi beserta power point presentasinya yang sudah saya buat secara kilat. Dan saya tetap berusaha tampil fresh didepan mereka, karena mengingat prinsip pertama dan utama bagi anak-anak adalah harus menyenangkan dan mengerti bahasa mereka. Dan diperjalanan ke lokasi training saya berusaha mensugesti sembari berfikir bagaimana membuat bahasa yang mudah, menarik, dan dapat dipahami oleh mereka nanti.

Preparing Toward On the Fire
“Seperti  how are you today? Dan mereka menjawab Iam succsess today”

Akhirnya tiba diwaktu yang dijanjikan dan pada tempat diruang yang sudah terdengar suara bang jei yang membedah sebuah nasyid dari  group nasyid Izzatul Islam yang berjudul tak sekedar kata. Dan ketika saya masuk disambut oleh bang jei, setelah duduk sejenak sembari menyiapkan laptop yang segera itu saya hubungkan dengan LCD proyektor.
Saya diminta bang jei untuk mengomentari nasyid itu juga. Saya pun mengometari lagu yang penuh kenangan dari panggung perlombaan nasyid sampai di panggung jalanan menyuarakan kebenaran pada waktu mahasiswa yang penuh berapi-api.

Saya mengomentari, bahwasanya tak sekedar kata itu bermakna kalau kita berkata-kata itu adalah cerminanan dari prilaku kita, singkat kata, saya mengatakan setiap kata-kata yang baik kita dengar dari guru-guru yang mengejar, kita harus langsung memprarktekkannya. 

Sesudah saya mengomentari lagu itu, saya sempat berfikir. Apakah masalah anak-anak ini begitu pelik ya untuk meminta batu saya selesaikan? Mengingat, bang jei saya lihat begitu menjiwai dan sangat dekat dengan anak-anak ini. Apakah titel S.Psi yang menempel di belakang nama saya ini menjadi pesona bagi bang jei untuk mengundang saya dalam training ini?

Saya hentikan sementara 2 pertanyaan yang mendasar ini, dan saya fokus dulu untuk mentraining mereka yang terlihat berwajah polos dan ceria. Saya yang pada awalnya nerveous dan I am no idea, but, this is real; anak-anak ini sungguh membuat saya 15 tahun lebih muda dan lebih kreatif, yang pada awalnya saya merasa mungkin inilah training pertama dan terakhir saya.

Saya awali training ini dengan mengenalkan diri saya, dan saya sedikit menjelaskan profil singkat saya, yang biasanya saya tampilkan dalam beberapa training.setelahnya saya pastikan mereka on fire untuk mengikuti training ini.
Dengan menanyakan kabar mereka dalam dua bahasa, bahasa inggris dan bahasa arab. Seperti  how are you today? Dan mereka menjawab Iam succsess today, dan ketika saya menanyakan dalam bahasa arab, kaifahalukum? Dan mereka menjawab Alhamdulillah bil hamasyah wa zafiroh.

Setelah merek kompak, saya kembali mengetes otak kiri dan kanan plus konsentrasi mereka dengan cara membolak-balikkan pertanyaan dan jawabannya. Ketika saya bertanya dengan bahasa arab, mereka menjawab dengan bahasa inggris, dan begitupula sebaliknya.

Jeniuskan SDIT, Menanam Benih Unggul Masa Depan
“Sungguh berkesan bagi saya, bisa menyampaikan belajar jenius ke anak-anak harapan Islam dan pelita Indonesia itu.”

setelah itu, saya lanjutkan dengan membagi mereka menjadu dua kelompok di barisan siswa laki-laki, dan dibarisan siswi putri. Dan mereka saya instruksikan untuk bersalaman dan memperkenalkan nama mereka masing-masing dengan teman didepannya, terlihat ekspresi senyum dan tawa geli, mungkin mereka tak terbiasa.

Selanjutnya saya meminta mereka yang posisinya masih berjabatan tangan untuk menatap wajah temannya didepannya untuk mengatakan “sungguh aku mencintaimu karena Allah, kawanku” pesan yang ingin saya sampaikan dalam simulasi ini adalah supaya mereka selalu dalam kondisi pertemanan dan persaudaraan yang erat dan saling mengikat.

Saya lanjutkan dengan slide-demi slide bagaimana harusnya mereka belajar yang lebih cepat dan efektif selama mereka belajar di sekolah mereka masing-masing. Saya memberikan tip-tip belajar ala Kampoenk Jenius yang sudah Sang Bintang School (SBS) terapkan hampir 7 tahun. Dan ditambah dengan saya memperkenalkan kehebatan otak mereka dan mempraktekkan senam otak bersama.

Dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang sangat antusias, yang lebih dari sepuluh pertanyaan. Pikir saya, kalau saya biarkan pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan selesai sampai besok pagi, namun karena mereka harus segera tidur. Akhirnya saya cukupkan untuk penjelasan dan pemaparan plus sesi tanya jawabnya. Dan mempersilahkan mereka untuk segera tidur.

Sungguh berkesan bagi saya, bisa menyampaikan belajar jenius ke anak-anak harapan Islam dan pelita Indonesia itu. Saya berdoa, semoga merekalah pemimpin-pemimpin disemua sektor di negara ini untuk menegakkan Islam dalam semua kondisi dan keadaan.
 ·  ·  · Bagikan · Hapus