By Ridho Hudayana Pak Bambang biasa orang memanggilnya, atau lebih ghaulnya pak Ma’il, yang sebenarnya nama lengkapnya adalah Bamba...
By Ridho Hudayana
Pak Bambang biasa orang memanggilnya, atau lebih ghaulnya pak Ma’il, yang sebenarnya nama lengkapnya adalah Bambang Ismail. Beliau bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Dinas Kebudayan dan Pariwisata Provinsi KALBAR, sebagai pegawai biasa golongan 3B, walaupun dengan tamatan STM(Sekolah Teknik Menengah), beliau pernah mau diangkat menjadi KASI(Kepala Seksi) di bidang Kebudayaan. Namun beliau menolaknya dengan alasan, gak Asyik, karena akan jarang ke-lapangan atau ke tempat objek peninggalan sejarah di KALBAR. Pak Bambang ini adalah bapak saya
Saat ini bapak berusia 58 tahun, diusia ini, teman seangkatan kerjanya sudah “loyo” dan tidak semangat masuk kerja, karena tahun inilah angkatannya sudah harus pensiun. Namun bapak saya ini, setiap hari sangat rajin dan antusias masuk kekantor dan bekerja, seolah-olah tidak akan pensiun tahun ini.
Selain petugas lapangan yang kerjanya mengecek ke-aslian barang peninggalan sejarah sampai penggalian temuan barang sejarah maupun pra sejarah. Namun tugasnya bertambah semenjak bapak saya ini bisa mengendarai mobil. Jadinya sekaligus sebagai supir. Yang jika ada tamu dinas dari luar pontianak, bapaklah yang biasa mengantar, dan sekaligus membawa mereka ke lapangan. Karena bapak hampir semua tempat bersejarah di KALBAR, beliau sudah kesana.
3,5jam ke Sambas-Pontianak(±270Km)=High Speed!
Baru tadi malam, bapak sampai dari sambas, dari mengantar tamu dari Jakarta, untuk mengecek benda-benda peninggalan kerajaan sambas. Seharusnya beliau menemani tamu itu sampai hari selasa, namun tadi malam pulang karena harus menghadiri pernikahan keponakannya.
Sambas ke pontianak, jarak tempuhnya kurang lebih 270Km itu kalau pergi dengan bis umum bisa mencapai 5 jam. Nah kalau bapak saya ini, tadi malam menempunya hanya dalam waktu 3jam 30 menit. Bagi saya ini sangat cepat sekali, walaupun bapak merasa ini masih lambat, karena tarikan mobilnya tidak mantap. Dan kondisi jalan yag cukup ramai karena biasa ini malam minggu.
Karena saya juga pernah berkendara sepeda motor, saya mencapai kecpatan 3,5 jam juga. Tapi itu wajar, karena saya pakai sepeda motor.nah kalau bapak saya ini, sudah seperti pembalap yang masih muda. Saya jadi teringat cerit bapak dan ibu, ketika bapak juga masih tugas diluar kota pontianak, dengan bersepeda motor. Pernah ditawari dan mau diponsori oleh salah satu bengkel untuk ikut racing, karena dia melihat bapak saya piawai dalam tikungan tajam. Dalam tikungan tajam, bapak masih dengan kecepatan 90Km/jam. Dahsyat!
Namun ya waktu itu ketika bapak konsultasi dan berdiskusi dengan ibu sang istri tercinta. Ibu memint bapak untuk menolak tawaran dan sponsor dari bengkel itu untuk mengikuti racing tournament itu.
What Next?
Saya jadi berfikir, bapak sungguh talanted dalam mengendara mobil, dan setelah pensiun di tahun ini, pastinya kantornya akan sangat kehilangan, dan mungkin beliau akan diberdayakan lagi untuk yenaga lapangan. Karena tidak semua pegawai dibidangnya yang pernah kesemua tempat peninggalan sejarah. Atau bapak pastinya tidak akan ditolak kalau menjadi supir travel. Tpi kasihan bapak sudah tua. Tapi masih berjiwa muda. Allahumma Fighli Wali wali dayya warham huma kama robbayana sho ghiro. Aamiin