Professional Multi-Colaborration Learning (Pro-Murni) By. Ridho Hudayana Quotes ”…… maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahu...
Professional Multi-Colaborration Learning (Pro-Murni)
By. Ridho Hudayana
Quotes
”…… maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (An-Nahl: 43)
“Cara mudah anda untuk mencapai puncak gunun tertinggi adalah dengan belajar kepada orang yang telah pernah mencapai puncak itu sebelumnya” (Tung Dessem Waringin)
“Belajarlah dari yang terbaik, terapkan, dan rayakan dengan berbagi lebih banyak kepada orang lain” (Ridho Hudayana)
Preface
Mari kita lihat pendidikan dizaman dahulu pada zaman khalifah Umar bin Khattab Pada saat pemerintahannya, secara khusus Umar mengirimkan petugas khusus ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi guru di daerah tersebut. Para petugas khusus ini biasanya bermukim di masjid dan mengajarkan tentang Islam kepada masyarakat, melalui halakah-halakah majelis khusus untuk menpelajari agama. Majelis ini terbuka untuk umum.
Setelah masa umar dan para sahabat maka model yang dikembangkan adalah Nizamiyah di Baghdad, Al-Azhar di Mesir, al-Qarawiyyin di Fez, Maroko, dan Sankore di Timbuktu, Mali, Afrika. Masing-masing lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu. Dari beberapa lembaga itu, berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani. Misalnya, al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-Khawarizmi, dan al-Ferdowsi.
Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, seorang tenaga pengajar di nizhamiyah selalu dibantu oleh dua orang mahasiswa (asistensi). Kedua orang mahasiswa inilah yang bertugas membaca dan menerangkan kembali kuliah yang telah diberikan kepada mahasiswa yang ketinggalan.Status tenaga pengajar (dosen) di madrasah tersebut berdasarkan pengangkatan dari khalifah dan bertugas dengan masa tertentu. Di antara nama-nama besar yang mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar di madrasah nizhamiyah adalah Syekh Abu Ishaq asy-Syirazi (seorang fakih Baghdad), Syekh Abu Nasr as-Sabbagh, Abu Abdullah at-Tabari, Abu Muhammad asy-Syirazi, Abu Qasim al-Alawi, at-Tibrizi, al-Qazwini, al-Fairuz Abadi, Imam al-Haramain Abdul Ma'ali al-Juwaini, dan Imam al-Ghazali. Nizam al-Mulk terus berusaha mengembangkan lembaga pendidikan ini sesuai dengan tuntutan zaman. Ia mendirikan banyak madrasah nizhamiyah di berbagai tempat. Agar pengajar bisa berkonsentrasi secara penuh mengajar para siswa, Nizam al-Mulk menetapkan untuk memberi gaji setiap bulan bagi semua pengajar. Namun, kebijakan mengenai gaji ini belum bisa diterima oleh para pengajar di madrasah nizhamiyah.
Para pengajar ini lebih suka mengajar tanpa digaji, tetapi kesejahteraan hidup mereka terjamin. Bagi para dosen, gagasan untuk menggaji guru pada masa itu dipandang sebagai suatu gagasan yang terlalu maju. Bahkan, menurut Charles Michael Stanton, madrasah nizhamiyah merupakan perguruan Islam modern yang pertama di dunia. Hal ini juga diakui oleh Nakosteen yang menyatakan, madrasah nizhamiyah sebagai Universitas Ilmu Pengetahuan Teologi Islam. Sebab, madrasah nizhamiyah mengajarkan pendidikan yang lebih khusus dengan spesifikasi bidang teologi dan hukum Islam.
Meski demikian, kurikulum yang digunakan di madrasah nizhamiyah ini terdapat pula perimbangan yang proporsional antara disiplin ilmu keagamaan (tafsir, hadis, fikih, kalam, dan lainnya) dan disiplin ilmu aqliyah (filsafat, logika, matematika, kedokteran, dan lainnya). Bahkan, saat itu, kurikulum nizhamiyah menjadi kurikulum rujukan bagi institusi pendidikan lainnya. Kemudian, lembaga pendidikan Islam ini makin berkembang pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma'mun. Pada 815 M, al-Ma'mun mendirikan Baitul Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan, ruang kajian, dan observatorium (laboratorium).
Menurut M Khoirul Anam, seorang pengamat pendidikan dalam artikelnya yang berjudul Melacak Paradigma Pendidikan Islam (Sebuah Upaya Menuju Pendidikan yang Memberdayakan) menyebutkan, Baitul Hikmah belum dapat dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang sempurna. Sebab, sistem pendidikan masih sekadarnya dalam majelis-majelis kajian dan belum terdapat 'kurikulum pendidikan' yang diberlakukan di dalamnya. Institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan 'modern' baru muncul pada akhir abad X M dengan didirikannya Perguruan (Universitas) al-Azhar di Kairo oleh Jendral Jauhar as-Sigli seorang panglima perang dari Daulat Bani Fatimiyyah--pada tahun 972 M. (Republika, Rabu, 08 Juli 2009,)
Dari perjalanan pendidikan ini terlihat kolaborasi-kolaborasi para ahli dalam bidangnya melakukan pembelajaran di madrasah-madrasah nizhamiyah, dan semangat mereka mengikuti madrasah itu. Inilah sebuah peradaban yang mengembangkan keilmuan menjadi tiang yang kokoh, karena semua orang bisa belajar dari orang yang ahli dan mau berbagi ilmunya tanpa gaji, hanya dengan kesejahteraannya dari negara saja dan dari karya dari penerapan ilmunya.
Pembelajaran inilah sebenarnya yang layak untuk dikembankan pada saat ini. Namun masih sedikit sekali lembaga tau institusi yang melakukannya, karena mungkin dikarenakan pembelajaran saat ini terkesan formalitas yang melahirkan tidak sedikit orang yang menganggur dan bingung dengan masa depannya. dan sedikit diantaranya orang yang kreatif dan kompeten.
Sekalipun sudah banyak bukti dari zaman terdahulu sampai saat ini. Dari sistem pembelajaran sebagaimana dipaparkan diatas dan dalam tulisan ini penulis ingin berbagi suatu metode pembelajaran yang akan membuat orang didalamnya belajar lebih cepat, lebih menyenangkan dan lebih hebat. Dengan kemauan yang keras dan pengorbanan yang lebih besar tentunya