By Ridho Hudayana Anda senang mudik di hari raya Idul Fitri? Atau anda punya keluarga, teman, dan kereabat yang suka mudik? Ternyat...
By Ridho Hudayana
Anda senang mudik di hari raya Idul Fitri? Atau anda punya keluarga, teman, dan kereabat yang suka mudik? Ternyata mudik itu sejalan dengan fitrah manusia? Dan ternyata nabi Muhammad saw juga suka Mudik? Mari kita diskusi lewat tulisan ini…
Tradisi Mudik di Indonesia=Tradisi Mendekatkan Pada Maut
Disuasana hari raya terbesar di Indonesia, yaitu idul fitri, yang sedianya kita alami dan perhatikan melalui pemberitaan di media cetak dan elektronik, maka pemandangan yang sudah lumrah adalah tradisi mudik yang tidak hanya mengorbankan harta dan benda bahkan juga mempertaruhkan nyawanya.
Seperti pemberitaan di Republika Online(ROL), sabtu 18 Agustus 2012, Mudik Lebaran selalu menelan korban jiwa. Berdasarkan data Korlantas Polri, hingga 17 Agustus 2012 jumlah kejadian kecelakaan mencapai 2.309 kasus.''Rincian 398 meninggal dunia, 583 luka berat, dan 2.068 luka ringan,'' ujar Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI dalam siaran persnya yang diterima ROL.
Inilah fenomena yang selalu terjadi di Negara yang kita cintai ini. Walaupun dengan fakta yang pahit itu, namun tradisi mudik lebaran ini tidak pernah hengkang dari Republik ini. Ada apa dibalik ini? Trus apa hubunganya dengan kembali pada fitrah manusia seperti dalam pembahasan dalam tulisan saya ini? Oke.. check it out!
Analogi Yang Baik, Manusia Yang Menuju Fitrah=tradisi Mudik Di Indonesia
Ada yang menarik dari cermah ustad di masjid dekat rumah saya ketika beliau memberikan khutbah idul fitri 1433 H. tidak panjang lebar ceramahnya, namun mudah dipahami, beliau memaparkan seperti tema-tema ceramah idul fitri yang pernah saya ikuti tahun-tahun lalu.
Namun ada yang menarik dari ceramahnya ustad tersebut, beliau membuat analogi tradisi mudik, yang saya ceritakan diatas tadi, yaitu mengorbankan harta, benda dan bahkan nyawanya. Nah analogi ustad itu, yang intinya fitrah manusia itu seperti mudik.
Sejau-jauhnya perjalanan yang kita tempuh, seberapa banyak tempat yang kita kunjungi dan seberapa indah tempat itu. Namun dalam hati kecil kita memiliki keinginan yang kuat untuk kembali ke kampung halaman.Maka manusia yang terlahir dengan fitrahnya, selalu ingin kembali pada penciptanya. Kira-kira begitulah analogi yang menarik dari ustad.
Ternyata Nabi Muhammad saw. Juga Mudik
Sejalan dengan tradisi mudik inipun dilakukan oleh nabi kita, nabi Muhammad saw. Jika kita membaca siroh nabawi, sejarah hidup nabi Muhammad saw. Ketika sebelum terjadinya fathu makkah (pembebasan mekkah dari kafir quraisy). Dimana pembebasan itu tanpa pertumpahan darah, alias damai dan bersahaja, ditengah kerasnya penduduk kafir quraisy mekkah menolak kedatangan nabi.
Selain itu perintah dan ketetapan Allah swt, sebenarnya nabi Muhammad saw. Ketika di Madinah al-munawarroh, sungguh beliau sangat merindukan kota mekkah dan ingin mudik, secara mekkah adalah kota kelahiran nabi Muhammad saw. Ini membuktikan bahwasanya seorang nabi pun memiliki kerinduan kampung halaman untuk kembali. Walaupun di madinah nabi adalah pemimpin yang sangat dihormati dan ditambah dengan karakter madinah yang lebih “kota” dari mekkah. Namun nabi lebih mencintai kampong halamannya dan memutuskan untuk kembali atau mudik.
Hidup Adalah Berangkat Untuk Kembali
Dari analogi ini, menggugah saya untuk menuliskan analogi hidup yang kita jalani ini sebenar-benarnya adalah untuk kembali kepada asal muasal kita, yang telah Allah swt tanamkan dalam diri kita sejak kita lahir, yaitu Fitrah.
Seberapapun jauhnya perjalanan hidup kita, terutama sejauh mana orang dalam hidupnya menyimpang dari jalan kebenaran dan kebaikan, dalam hatinya pasti menangisi dirinya, karena rindu untuk kembali pada penciptanya dengan berbuat baik dan menetapi kebenaran agama Allah swt.
Bahkan orang yang dibesarkan beragama selain dari agama Islampun atau atheis, sebenarnya mereka sedang melakukan perjalanan untuk mencari siapa penciptanya, walaupun akhirnya Ia mati dalam ke kafiran terhadap tuhan atau berhala yang diada-adakannya.
Nabi Adam sebagai nenek moyang umat manusia, yang diciptakan Allah swt di surge sebagai kampong halamannya, berangkat ke bumi dalam rangka untuk kembali dan rindu ingin kembali ke surga. Begitu pula kita sebagai anak cucu adam yang berangkat dari penciptaan kita, menjalani kehidupan dunia untuk kemabali kekampung halaman kita di surge Allah swt, dan menemui sang pencipta kita Allah swt.
Epilog
Entah berapa lama sudah kita berangkat menyimpang dari tujuan penciptaan kita. Jelas kita akan kembali dan pasti kemali dengan husnul khotimah atau su’ul khotimah. Maka ketika keberangkatan kita saat ini sudah sesuai dalam jalur Islam maka istiqomahlah sampai satu saat kita akan kembali pada kampong halaman kita di Syurga Allah swt.
Namun ketika keberangkatan kita jauh menyimpang saat ini, maka berkorbanlah dengan harta dan jiwa utuk kembalilah kepada kampong halaman kita di surga Allah swt dengan kembali pada Agama Allah swt. Islam. Wallahu’alam bishowab.